Hesso...MagiBrain!

Hula! Anda sedang melihat blognya Magi. Mungkin yang sudah pernah kesini, menyadari ada perubahan ya... Kenapa? Jauh banget sama template yang lama yah...maaf, saya harus rapihin blog saya yang isinya kacau (menurut saya sih begitu...). Jadi sekarang sudah agak fresh dari segi template dan konsep penyajian. Tinggal di isi-isi. ^_^

Sebenernya pengen di dramatisir, cuma males ah..kesannya sok serius..jadi saya kasih templet yang nyaman dan simpel untuk dilihat..oh iya karena ini masih berantakan isinya, jadi maaf-maaf aja ya kalo post-nya masih yang dulu..belum di rapihin..maaf..abis sibuk sama kerjaan lain...yah, bertahap lah..

Umm..mungkin kebanyakan baca komik One Piece kali yah, saya jadi kepikiran untuk memformat post saya jadi seperti kolom SBS-nya Eichiro Oda di komiknya. Yah, saya ingin orang kenal saya dari jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan. Selamat Membaca!(secara post-nya yang dulu..maaf lagi). Uwoooo...

Tuesday, June 06, 2006

Psikologi Anak

Anak kecil mungkin seperti suatu benda yang memiliki simbol “merepotkan” bagi beberapa orang. Bahkan untuk beberapa orang yang pernah free sex, anak adalah bagian apesnya. Tapi mau seburuk apa pun proses terjadinya, kelahirannya, bahkan fisiknya, anak itu titipan sekaligus rezeki dari yang di Atas. Jadi sudah suatu keharusan anak itu dijaga dan dibesarkan secara baik.

Sebagian besar orang tua dalam membesarkan anaknya, beranggapan bahwa anak itu seperti lembaran kosong yang bisa diisikan apa saja yang orang tuanya mau (tabularasa). Padahal kenyataannya tidak, mereka waktu lahir sudah berisi, yang kita lakukan hanya mengeluarkan isi-nya. Soal apa itu isi, tidak akan dibahas dulu sekarang karena saya sendiri membutuhkan 1 semester kuliah untuk memahaminya. Ga mungkin dong saya jelasin dalam satu kali post.

Sekarang yang menjadi penting adalah proses pengeluaran isi yang dilakukan oleh orang tua. Mereka terkadang menjadi terlalu sayang pada anak sehingga mereka terlalu memanjakan anak dengan berbagai fasilitas. Ketika sang anak ingin ini, mereka berikan ini. Ketika sang anak ingin itu, mereka berikan itu. Anak tersebut lama-lama akan menjadi barang halus yang mudah rapuh dan pecah.

Untuk memanusiakan manusia, manusia memerlukan tantangan. Tantangan-tantangan tersebut akan menjadikan manusia kuat, kokoh, dan tangguh. Saya sendiri merasakan hal itu akhir-akhir ini, ketika ekonomi keluarga saya down, saya semakin sadar bahwa saya masih bergantung pada orang tua. Padahal dulu udah yakin nih, bisa cari duit, tau proses kerja, dst, dst. Yah sekarang cuma bisa bilang, “gawat...”.

Kemarin juga ada kejadian di tempat yang agak jauh dari rumah, singkatnya sih ada yang kabur dari rumah. Saya jadi ingat kata-kata temen saya, “Wah, Gi..biasanya saya paling sakit hati kalo liat ade saya yang paling kecil. Dia berusaha mati-matian untuk tetap tegar dan mecoba dewasa hanya untuk menghadapi keluarga saya” (Temen saya itu mengalami broken home). Yah, dari kejadian itu saya jadi punya pembenaran atas pendapat teman saya...this is life...

Tumbuhlah dari apa yang sudah kamu alami. Orang tuamu juga sudah berusaha, sekarang mereka semua tinggal berharap saja. Jangan nyesel, saya udah begini, saya udah begitu, hidup masih jalan terus selagi kamu ngeluh loh. Hargai proses hidup kamu, kalo kamu bilang belum bagus, dibuat bagus aja, kalo udah bagus, bikin lebih bagus lagi...OK!