Sulitnya melakukan kegiatan Seni Rupa
Baru kerja beberapa jam saja, penjaganya sudah mau pulang. Itulah kondisi yang ditemui ketika mahasiswa seni rupa di ITB apalagi TPB (Tingkat 1). Maklum, penjaga TPB SR masih terbilang baru, karena yang terdahulu sudah meninggal, jadi beliau belum faham betapa lamanya proses berkesenian. Dia berasumsi bahwa tugas-tugas yang diberikan pada mahasiswa seni rupa sama tingkat kesulitannya dengan tugas mahasiswa teknik (itu istilah yang kami gunakan dalam menyebut kaum non-SR). Jadi tidak salah-salah amat, tapi sebagai konsekuensinya kita sendiri lah yang harus aktif mencari jalan keluarnya.
Kondisi yang berbeda bisa saja ditemui di studio-studio seni, seperti studio seni patung. Waktu pertama kali berkunjung ke studio seni patung, ada hal yang unik tertempel di salah satu loker mahasiswanya. Di situ tertempel: Daftar Harga Makanan. Yang bikin unik, makanan-makanan tersebut hanya bisa di pesan setelah jam 19.00 lewat. Loh koq bisa? Selidik punya selidik, setelah nanya sama senior, ternyata itu side job para penjaga yang memang kebagian jaga malam di studio patung. Wah menyenangkan, jadi pengen cepet-cepet masuk studio...
Sedangkan para seniman menghadapi kenyataan yang sama dengan para mahasiswa TPB SR, mereka juga kesulitan melakukan kegiatan Seni Rupa. Beberapa seniman patung yang tinggal di daerah perumahan yang padat, sulit membuat karya karena dalam proses pembuatan patung biasanya melibatkan suara-suara bising yang amat sangat mengganggu tetangga-tetangga mereka. Itu baru sebuah contoh yang simple.
Dalam scope yang lebih besar, seniman bahkan dapat dianggap kriminal. Contoh yang mudah, Tisna Sanjaya adalah seniman yang dianggap vandalis karena membuat karya yang dianggap mengganggu atau menyampah. Makanya beberapa karyanya dibakar oleh Pemkot Bandung.
Masyarakat Indonesia sendiri pada umumnya kurang mampu menghargai seni. Mereka pada umumnya menganggap bahwa seni hanya bersifat dekoratif atau cenderung dikatakan "yang penting indah dan murah". Beberapa seniman juga sering tersinggung apabila karya mereka dimintai diskon. Bahkan ada yang bilang, "Anda ini pendidikannya apa? Koq berani-beraninya nawar karya saya?" Yah, itu hanya sekedar kerikil di jalan Seni Rupa yang panjang dan berliku-liku ini. Diharapkan mahasiswa tetap semangat walaupun ada kerikil-kerikil seperti ini. Kalau bisa tambah semangat. Ayo, semangat!